Kesedihan Itu ~ Juniarso Ridwan
Puisi Juniarso Ridwan
Malam
hari, molekul-molekul kesedihan itu meledak dalam
aortaku, mendesak jantung mengembang menjadi tumpukan
ratapan. Kudapati diriku mengembara dalam untaian galaksi,
langit menjadi hamparan cahaya keperakan. Dari ujung cakrawala
yang jauh, huruf-huruf berhamburan, membentuk konfigurasi
kata-kata suci.
aortaku, mendesak jantung mengembang menjadi tumpukan
ratapan. Kudapati diriku mengembara dalam untaian galaksi,
langit menjadi hamparan cahaya keperakan. Dari ujung cakrawala
yang jauh, huruf-huruf berhamburan, membentuk konfigurasi
kata-kata suci.
kembali
kueja nama-nama rasi dan bintang, seperti juga mengingat
awal kelahiranku. Dari mata yang terus terjaga menyaksikan
tebaran serbuk tanah yang memadat sambil menanti sentuhan
cinta abadi. Angkasa yang begitu luas telah memberikan ruang
persinggahan, tempat biduk para pemimpi berlabuh, yang menghindar
dari bidikan waktu. Aku pun seperti Colombus, menghitung warna
pelangi yang memeluk ratusan laguna karam. Sia-sia, hanya bentuk
penyesalan yang terpenjara dalam lubang-lubang batu, kemudian
menyisakan air garam di ujung lidah.
awal kelahiranku. Dari mata yang terus terjaga menyaksikan
tebaran serbuk tanah yang memadat sambil menanti sentuhan
cinta abadi. Angkasa yang begitu luas telah memberikan ruang
persinggahan, tempat biduk para pemimpi berlabuh, yang menghindar
dari bidikan waktu. Aku pun seperti Colombus, menghitung warna
pelangi yang memeluk ratusan laguna karam. Sia-sia, hanya bentuk
penyesalan yang terpenjara dalam lubang-lubang batu, kemudian
menyisakan air garam di ujung lidah.
malam
hari kesedihan itu merambat dalam darah, lalu menetes
menjadi butiran-butiran doa, yang menghablur di ketinggian.
menjadi butiran-butiran doa, yang menghablur di ketinggian.
Bandung,
2000
Sumber Media
Indonesia on-line (2/13/00)
Keyword,
Puisi sedih, puisi cinta, puisi renungan