Puisi-Puisi Cerah Joko Pinurbo



Joko Pinurbo adalah penyair yang punya gaya puisi yang unik.  Bahasanya terkesan sederhana. tetapi ketika kita sampai pada kata terakhir, pembaca biasanya akan merenung. Puisi Joko asyik dinikmati siapa saja. Karena setiap orang punya tafsir dan pemaknaan yang berbeda. 

Berikut adalah beberapa puisi Joko Pinurbo. Orang bilang puisi-puisi ini tergolong puisi cerah, kebalikan dari puisi gelap yang penuh metafora personal yang kadang membuat kening pembaca berkerut.
 
Sehabis Tidur

Sehabis tidur lahan tubuh kita terus berkurang.
Kita belum sempat bikin rumah atau tempat perlindungan,
diam-diam sudah banyak yang merambah masuk, bermukim
di jalur-jalur darah
di kapling-kapling daging
di bukit-bukit sakit
di ceruk-ceruk kenangan
di kuburan-kuburan mimpi
di jurang-jurang ingatan
di gua-gua kata
di sumber-sumber igauan
Berdesakan, berebut ruang, sampai kita kehabisan tempat,
sampai harus mengungsi ke luar badan.

2000

 
Minggu Pagi di Sebuah Puisi
Puisi Joko Pinurbo


Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami kisah Paskah
ketika1 hari masih remang dan hujan, hujan
yang gundah sepanjang malam
menyirami jejak-jejak huruf
yang bergegas pergi, pergi berbasah-basah ke sebuah ziarah.
Bercak-bercak darah bercipratan di rerumpun2 aksara
di sepanjang via dolorosa.
Langit kehilangan warna, jerit kehilangan suara.
Sepasang perempuan - panggil: sepasang kehilangan-
berpapasan di jalan kecil yang tak dilewati kata-kata
"Ibu hendak ke mana?" Perempuan muda itu menyapa.
"Aku akan cari dia di Golgota, yang artinya:
tempat penculikan," jawab ibu yang pemberani itu
sambil menunjukkan potret anaknya
"Ibu, saya habis bertemu Dia di Jakarta, yang artinya:
surga para perusuh," kata gadis itu sambil bersimpuh.
Gadis itu Maria Magdalena, artinya: yang terperkosa.
Lalu katanya: "Ia telah menciumku sebelum diseret
ke ruang eksekusi. Padahal Ia cuma bersaksi
bahwa agama dan senjata telah menjarah
perempuan lemah ini.
Sungguh Ia telah menciumku dan mencelupkan jariNya
pada genangan dosa di sunyi-senyap vagina
pada dinding gua yang pecah-pecah, yang lapuk
pada liang luka, pada gawuk yang remuk."
Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami kisah Paskah
ketika hari mulai terang, kata-kata telah pulang
dari makam, iring-iringan demonstran
makin panjang, para serdadu
berebutan kain kafan, dan dua perempuan
mengucapkan salam: Siapa masih berani menemani Tuhan?
 
 
 1998
 
Sajak-sajak Cerah Joko Pinurbo,
Sumber Kompas  - on-line (05/05/2000)
Tampilkan Komentar