Sebuah Senja di Parigi ~



Puisi Juniarso Ridwan

Kembali langit dikemas dalam keranjang, bertumpuk
Dengan pakaian lusuh. Selamat tinggal kenangan;
Lokan-lokan runcing dan ikan bawal yang menggelepar
Kini telah menjadi penghuni dari sebuah kalimat,
Yang ditebarkan para nelayan di sepanjang pantai itu.
Keringatlah yang bergulung-gulung membentur karang itu,
Menghempaskan perahu dalam amukan badai yang pekat
Dengan warna penderitaan
 
Kemudian terdengar jeritan dan bayangan-bayangan hitam,
Lalu dibangun pentas maut, dengan dekorasi batang
Kelapa yang saling bertumbukan. Sungai darah membelah
Perkampungan menjadi kuburan bagi nama-nama yang
Terkalahkan. Di beranda rumah, hanya menghampar tangisan,
Seperti bunyi kumbang mengalun menusuk hati, dan terus
mengalun menghanguskan senja.
 
Kehidupan menjadi gumpalan batu, yang setiap saat terpanggang
Jilatan api kemarahan. Udara menjadi kubangan sunyi, memangsa
napas-napas renta, yang tak paham arti sebuah dendam. Tapi
hujan itu telah mengalirkan nyeri, yang mewarnai muka laut,
membuat luka di angkasa, mengoyak hutan-hutan bakau, menjadi
Serpihan-serpihan kepunahan.
 
Kembali langit dikemas sebagai kenangan,
Karena kehidupan itu telah menjadi humus,
Dan masa depan tengah mencari persemaian.
 

Pangandaran, 1997
 
Sumber Media Indonesia on-line  (2/13/00) 

Keyword
Puisi Kenangan, Puisi Cinta, 

Tampilkan Komentar